Asal mula nama
BOYOLALI menurut cerita serat Babad Pengging Serat Mataram, nama Boyolali tak
disebutkan. Demikian juga pada masa Kerajaan Demak Bintoro maupun Kerajaan
Pengging, nama Boyolali belum dikenal.
Menurut legenda
nama BOYOLALI berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati
Semarang pada abad XVI. Alkisah, Ki Ageng Pandan Arang yang lebih dikenal
dengan Tumenggung Notoprojo diramalkan oleh Sunan Kalijogo sebagai Wali penutup
menggantikan Syeh Siti Jenar. Oleh Sunan Kalijogo, Ki Ageng Pandan Arang diutus
untuk menuju ke Gunung Jabalakat di Tembayat (Klaten) untuk syiar agama Islam.
Dalam perjalananannya dari Semarang menuju Tembayat Ki Ageng banyak menemui
rintangan dan batu sandungan sebagai ujian. Ki Ageng berjalan cukup jauh
meninggalkan anak dan istri ketika berada di sebuah hutan belantara beliau
dirampok oleh tiga orang yang mengira beliau membawa harta benda ternyata
dugaan itu keliru maka tempat inilah sekarang dikenal dengan nama SALATIGA.
Perjalanan
diteruskan hingga sampailah disuatu tempat yang banyak pohon bambu kuning atau
bambu Ampel dan tempat inilah sekarang dikenal dengan nama Ampel yang merupakan
salah satu kecamatan di Boyolali. Dalam menempuh perjalanan yang jauh ini, Ki
Ageng Pandan Arang semakin meninggalkan anak dan istri.
Sambil menunggu
mereka, Ki Ageng Beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah
sungai. Dalam istirahatnya Ki Ageng Berucap “ BAYAWIS LALI WONG IKI” yang dalam
bahasa indonesia artinya “Sudah lupakah
orang ini”.Dari kata Baya Wis Lali/ maka jadilah nama BOYOLALI. Batu besar yang
berada di Kali Pepe yang membelah kota Boyolali mungkinkah ini tempat
beristirahat Ki Ageng Pandan Arang. Mungkin tak ada yang bisa menjawab dan
sampai sekarang pun belum pernah ada meneliti tentang keberadaan batu ini.
Demikian juga
sebuah batu yang cukup besar yang berada di depan Pasar Sunggingan Boyolali,
konon menurut masyarakat setempat batu ini dulu adalah tempat untuk
beristirahat Nyi Ageng Pandan Arang. Dalam istirahatnya Nyi Ageng
mengetuk-ngetukan tongkatnya di batu ini dan batu ini menjadi berlekuk-lekuk
mirip sebuah dakon (mainan anak-anak tempo dulu). Karena batu ini mirip dakon,
masyarakat disekitar Pasar Sunggingan menyebutnya mBah Dakon dan hingga
sekarang batu ini dikeramatkan oleh penduduk dan merekapun tak ada yang berani
mengusiknya.
Penetapan Hari
Jadi Kabupaten Boyolali tidaklah mudah. Untuk menetapkan hari jadi yang selalu
diperingati setiap tanggal 5 pada bulan Juni memakan waktu yang cukup lama dan
perlu penelusuran sejarah yang panjang. Penetapan Hari Jadi Kabupaten Boyolali
sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Lembaga Penelitian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini
didasarkan atas Surat Perjanjian Kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Daerah
Tingkat II Boyolali dengan dengan Lembaga Penelitian UNS pada 11 September
1981. Setelah melakukan penelusuran sejarah, selanjutnya pada 23 Pebruari 1982
di Gedung DPRD Kabupaten Boyolali diselenggarakan seminar tentang SEJARAH HARI
JADI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BOYOLALI.
Dalam seminar
ini telah disimpulkan tanggal 5 Juni 1847 merupakan Hari Jadi Kabupaten
Boyolali. Selanjutnya melalui Rapat Paripurna DPRD pada tanggal 13 Maret1982
telah ditetapkan Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Boyolali Nomor 3 Tahun
1982 tentang Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Boyolali. Perda tersebut telah
diundangkan melalui Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali pada
tanggal 22 Maret 1982 Nomor 5 Tahun 1982 Seri D Nomor 3.
sumber : http://www.boyolalikab.go.id/
Kumpulan
Sejarah tentang teknologi, ilmu pengetahuan dan misteri ada disini